Selasa, 18 Juni 2013

Kritik Sastra dan Esai : Puisi "Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta karya Ws. Rendra" & Esai "Krisis Manusia Modern"



Nama                          : Lu’luul Mukarromah
Nim                             : 09-520-0157
Kelas                          : B/2009
Mata Kuliah              : Kritik Sastra dan Esai
Dosen Pembimbing   : M. Shoim Anwar
Judul Puisi                 : Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta karya Ws.      Rendra
Judul Esai                  : Krisis Manusia Modern

Krisis Manusia Modern

Dalam puisi “Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta karya Ws. Rendra yaitu menceritakan pelacur-pelacur di kota Jakarta yang rela memberikan kehormatannya kepada orang lain karena ia terdesak dengan masalah ekonomi keluarganya. Manusia yang terjebak kedalam dunia yang tujuannya hanya untuk  mencari tujuan akhir yang sempurna, tujuan akhir manusia adalah mencari kesenangan dalam hidup, serta mencari kepuasan hati bukan kepuasan batin yang terdesak dengan kebutuhan sifat kurang puas akan keadaaanya.
Hedonisme secara umum bisa menyimpulkan bahwa “kesenangan adalah kebaikan tertinggi” atau di dalam perumusan lain “apapun yang membawa kesenangan adalah benar.” Lebih jauh lagi, Hedonisme bisa didefinisikan sebagai sebuah doktrin yang berpegang pada anggapan bahwasannya kebiasaan manusia itu dimotivasi oleh hasrat akan kesenangan dan terhindar dari penderitaan. Seperti terlihat pada puisi Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta karya WS. Rendra dari kutipan di bawah ini;
Tidak mudah membubakan partai politik
Mereka harus beri kalian kerja
Mereka harus pulihkan derajat kalian
Mereka harus ikut memikul kesalahan

Kutipan di atas menunjukkan bahwa hedonisme terdapat loncatan yang tidak dipertanggungjawabkan. Dari anggapan bahwa kodrat manusia adalah mencari kesenangan, sampai pada penyetaraan kesenangan dengan moralitas yang baik. Secara logis hedonisme harus membatasi diri pada suatu etika deskriptif saja (pada kenyataannya kebanyakan manusia membiarkan tingkah lakunya dituntut oleh kesenangan), dan tidak boleh memuruskan etika normatif (yang baik secara moral adalah mencari kesenangan), jika munusia memprioritaskan kesenangan di atas segalanya maka munusia tersebut akan tersiksa dengan keadaan yang tidak dapat mereka sangka sebelumnya dalam artian mereka terjerumus dalam lembah kesedihan maka akan membentuk wilayah sadis atas dasar tidak terimanya jiwa mereka.
Ada yang mengatakan bahwa kesenangan adalah kebahagiaan. Ada yang berpendapat bahwa uang dan kekayaan adalah inti kebahagian dan ada pula yang beranggapan status sosial atau nama baik sebagai kebahagian. Semua itu tidak diterima sebagai tujuan akhir hidup manusia.seperti kutipan pada puisi Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta karya WS. Rendra di bawah ini:
Politisi dan pegawai tinggi
Adalah caluk yang rapi
Kongres-kongres dan konferensi
Tak pernah berjalan tanpa kalian

Manusia itu baik secara moral, jika selalu mengadakan pilihan-pilihan rasional yang tepat dalam perbuatan-perbuatan moralnya dan mencapai keunggulan dalam penalaran intelektual. Orang seperti itu adalah bahagia. Kebahagiaan itu disertai kesenangan juga, walaupun kesenangan tidak merupakan inti yang sebenar-benarnya.
Hidup yang bijaksana adalah hidup yang menghasilkan eudemonia, kebahagiaan. Kebahagiaan tercapai apabila manusia merealisasikan dirinya. Berpatisipasi pada nous atau logos ilahi. Maka kebahagiaan tertinggi yang dicapai manusia adalah theoria, memandang hal-hal abadi, filsafat


Sastra Sebagai Cermin Masyarakat
Karya sastra menerima pengaruh dari masyarakat dan sekaligus mampu memberi pengaruh terhadap masyarakat. Sastra dapat dikatakan sebagai cerminan masyarakat, tetapi tidak berarti struktur masyarakat seluruhnya tergambarkan dalam sastra, yang didapat di dalamnya adalah gambaran masalah masyarakat secara umum ditinjau dari sudut lingkungan tertentu yang terbatas dan berperan sebagai mikrokosmos sosial, seperti lingkungan bangsawan, penguasa, gelandangan, rakyat jelata, dan sebagainya. Sastra sebagai gambaran masyarakat bukan berarti karya sastra tersebut menggambarkan keseluruhan warna dan rupa masyarakat yang ada pada masa tertentu dengan permasalahan tertentu pula. Sastra menyajikan kehidupan dan kehidupan sebagian besar terdiri dari kenyataan sosial, walaupun karya sastra juga meniru alam dan dunia subjektif manusia. Penyair adalah warga masyarakat yang mempunyai status khusus, maka dari itu dia mendapat pengakuan dan penghargaan masyarakat dan mempunyai masa-walaupun hanya secara teoretis. Pembahasan hubungan sastra dan masyarakat biasanya sastra adalah ungkapan masyarakat. Masalah kritik yang berbau penilaian bisa kita temukan dengan menemukan hubungan yang nyata antara sastra dan masyarakat.
Sastra sebagai cermin masyarakat yaitu sejauh mana sastra dianggap sebagai mencerminkan keadaan masyarakatnya. Kata “cermin” di sini dapat menimbulkan gambaran yang kabur, dan oleh karenanya sering disalah artikan dan disalahgunakan.


Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta

Pelacur-pelacur Kota Jakarta
Dari kelas tinggi dan kelas rendah
di ganyang
Telah haru-biru
Mereka kecut
Keder
Terhina dan tersipu-sipu
Sesalkan mana yang mesti kau sesalkan
Tapi jangan kau lewat putus asa
Dan kau relakan dirimu dibikin korban
Wahai pelacur-pelacur kota Jakarta
Sekarang bangkitlah
Sanggul kembali rambutmu
Karena setelah menyesal
Datanglah kini giliranmu
Bukan untuk membela diri melulu
Tapi untuk lancarkan serangan
Karena
Sesalkan mana yang mesti kau sesalkan
Tapi jangan kau rela dibikin korban

Sarinah
Katakan kepada mereka
Bagaimana kau dipanggil kekantor menteri
Bagaimana ia bicara panjang lebar kepadamu
Tentang perjuangan nusa bangsa
Dan tiba-tiba tanpa ujung pangkal
Ia sebut kau inspirasi revolusi
Sambilia buka kutangmu

Dan kau Dasima
Khabarkan pada rakyat
Bagaimana para pemimpin revolusi
Secara bergiliran memelukmu
Bicara tentang kemakmuran rakyat dan api revolusi
Sambil celananya basah
Dan tubuhnya lemas
Terkapai disampingmu
Ototnya keburu tak berdaya
Politisi dan pegawai tinggi
Adalah caluk yang rapi
Kongres-kongres dan konferensi
Tak pernah berjalan tanpa kalian
Kalian tak pernah bias bilang ‘tidak’
Lantaran kelaparan yang menakutkan
Kemiskinan yang mengekang
Dan telah lama sia-sia cari kerja
Ijazah sekolah tanpa guna
Para kepala jawatan
Akan membuka kesempatan
Kalau kau membuka kesempatan
Kalau kau membuka paha
Sedang diluar pemerintahan
Perusahaan-perusahaan macet
Lapangan kerja tak ada
Revolusi para pemimpin
Adalah revolusi dewa-dewa
Mereka berjuang untuk syurga
Dan tidak untuk bumi
Revolusi dewa-dewa
Tak pernah menghasilkan
Lebih banyak lapangan kerja
Bagi rakyatnya
Kalian adalah sebahagian kaum penganggur yang mereka ciptakan
Namun
Sesalkan mana yang kau sesalkan
Tapi  jangan kau lewat putus asa
Dan kau rela dibikin korban
Pelacur-pelacur kota Jakarta
Berhentilah tersipu-sipu
Ketika kubaca di koran
Bagaimana badut-badut mengganyang kalian
Menuduh kalian sumber bencana negara
Aku jadi murka
Kalian adalah temanku
Ini tak bias dibiarkan
Astaga
Mulut-mulut badut
Mulut-mulut yang latah bahkan seks mereka politikkan
Saudari-saudariku
Membubarkan kalian
Tidak semudah membubarkan partai politik
Mereka harus beri kalian kerja
Mereka harus pulihkan darjat kalian
Mereka harus ikut memikul kesalahan
Saudari-saudariku. Bersatulah
Ambillah galah
Kibarkan kutang-kutang mudih ujungnya
Araklah keliling kota
Sebagai panji yang telah mereka nodai
Kinilah giliranmu menuntut
Katakanlah kepada mereka
Menganjurkan mengganyang pelacuran
Tanpa menganjurkan
Mengahwini para bekas pelacur
Adalah omong kosong
Pelacur-pelacur kota Jakarta
Saudari-saudariku
Jangan melulur keder pada lelaki
Dengan mudah
Kalian bias telanjangi kaum palsu
Naikkan tarifmu dua kali
Dan mereka akan klabakan
Mogoklah satu bulan
Dan mereka akan puyeng
Lalu mereka akan berzina
Dengan isteri saudaranya.
WS. RENDRA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar