Selasa, 18 Juni 2013

Kritik Sastra dan Esai : Puisi "Sajak Palsu karya Agus R. Sarjono" dan Esai "Dilema Memperbaiki Mutu Pendidikan "



SAJAK PALSU
AGUS R. SARJONO


Selamat pagi pak, selamat pagi bu, ucap anak sekolah
dengan sapaan palsu. Lalu mereka
pun belajar
sejarah palsu dari buku-buku palsu. Di  akhir sekolah
mereka terperangah melihat hamparan nilai mereka
yang palsu. Karena tak cukup nilai, maka berdatanganlah
mereka ke rumah-rumah bapak dan ibu guru
untuk menyerahkan amplop berisi perhatian
dan rasa hormat palsu. Sambil tersipu palsu
dan membuat tolakan-tolakan palsu, akhirnya pak guru
dan bu guru terima juga amplop itu sambil berjanji palsu
untuk mengubah nilai-nilai palsu dengan
nilai-nilai palsu yang baru. Masa sekolah
demi masa sekolah berlalu, mereka
pun lahir
sebagai ekonom-ekonom palsu, ahli hukum palsu,
ahli pertanian palsu, insinyur palsu.
Sebagian menjadi guru, ilmuwan
atau seniman palsu. Dengan gairah tinggi
mereka  menghambur ke tengah pembangunan palsu
dengan ekonomi palsu sebagai panglima
palsu. Mereka saksikan


ramainya perniagaan palsu dengan ekspor
dan impor palsu yang mengirim dan mendatangkan
berbagai barang kelontong kualitas palsu.
Dan bank-bank palsu dengan giat menawarkan bonus
dan hadiah-hadiah palsu tapi diam-diam meminjam juga
pinjaman dengan ijin dan surat palsu kepada bank negeri
yang dijaga pejabat-pejabat palsu. Masyarakat
pun berniaga
dengan uang palsu yang dijamin devisa palsu. Maka
uang-uang asing menggertak dengan kurs palsu
sehingga semua blingsatan dan terperosok krisis
yang meruntuhkan pemerintahan palsu ke dalam
nasib buruk palsu. Lalu orang-orang palsu
meneriakkan kegembiraan palsu dan mendebatkan
gagasan-gagasan palsu di tengah seminar
dan dialog-dialog palsu menyambut tibanya
demokrasi palsu yang berkibar-kibar begitu nyaring
dan palsu.

Nama                          : Lu’luul Mukarromah
Nim                             : 09-520-0157
Kelas                           : B/2009
Mata Kuliah               : Kritik Sastra dan Esai
Dosen Pembimbing   : M. Shoim Anwar
Judul Puisi                 : Sajak Palsu karya  Agus R. Sarjono
Judul Esai                  : Dilema Memperbaiki Mutu Pendidikan

Dilema Memperbaiki Mutu Pendidikan

Beberapa hari ini, banyak media yang memberitakan rencana Bapak Menteri kita M. Nuh yang rencananya akan memperbaiki mutu pendidikan dengan wacana dari kurikulum, bahkan konsep sedang dimasak dan diperbaiki,
Jadi sedikit membuat berpikir mengganti kurikulum solusinya? Apa tidak ada planing lain yang lebih baik, lebih efektif, lebih efisien, tidak sebatas konsep saja, kalau secara tekstual, Kurikulum adalah perangkat mata pelajaran dan program pendidikan yang diberikan oleh suatu lembaga penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada peserta pelajaran dalam satu periode jenjang pendidikan seperti kutipan di bawah ini.
Selamat pagi pak, selamat pagi bu, ucap anak sekolah
dengan sapaan palsu. Lalu mereka pun belajar
sejarah palsu dari buku-buku palsu. Di  akhir sekolah
mereka terperangah melihat hamparan nilai mereka
yang palsu.

Kutipan di atas menunjukkan bahwa penyusunan perangkat mata pelajaran ini disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan setiap jenjang pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan tersebut serta kebutuhan lapangan kerja. Lama waktu dalam satu kurikulum biasanya disesuaikan dengan maksud dan tujuan dari sistem pendidikan yang dilaksanakan. Kurikulum ini dimaksudkan untuk dapat mengarahkan pendidikan menuju arah dan tujuan yang dimaksudkan dalam kegiatan pembelajaran secara menyeluruh
Sedangkan yang namanya suatu implementasi kurikulum selalu terkait dengan dana lebih banyak, karena dana untuk ini dan itu. Itu baru dana dari negara, lalu apa yang menjadi subyek adanya perubahan kurikulum yaitu peserta didik dan wali muridnya apa tidak akan mengeluarkan dana lebih juga.
Sambil tersipu palsu
dan membuat tolakan-tolakan palsu, akhirnya pak guru
dan bu guru terima juga amplop itu sambil berjanji palsu
untuk mengubah nilai-nilai palsu dengan
nilai-nilai palsu yang baru. Masa sekolah
demi masa sekolah berlalu

Kutipan di atas menunjukkan bahwa mohon itu juga menjadi pemikirin Bapak-Ibu yang bijak yang ada dalam Kementrian Pendidikan untuk mempertimbangkan ini juga, meski katanya biaya pendidikan sudah digratiskan, tapi untuk lembaga pendidikan swasta bagaimana nasibnya. Menjadi tanggung – jawab internal lembaga tersebut bersama wali muridnya bukan? Iya, kalo wali muridnya pas perekonomiannya bagus ? Kalo kurang bagaimana ? Apa semua itu lupa dipikirkan juga sama Bapak Ibu yang bijak yang duduk di Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Sama saja akan menimbulkan jurang diskriminasi lagi ? Padahal dalam UUD 1945 sudah diundangkan kalau menjadi tanggung-jawab Negara RI kita tercinta, tapi dalam kenyataannya Negara belum bisa 100 % menanggung itu. Justru lebih banyak ditanggung oleh Lembaga swasta, apalagi kalau di wilayah pedesaan, sesuai fakta dan sepengetahuan penulis, pendidikan dasar di desa itu justru yang laris banyak siswanya dari Lembaga swasta, karena alasan biaya lagi. Lembaga Pendidikan swasta untuk Pendidikan Dasar jauh lebih murah ongkosnya. Beda kalau untuk Pendidikan Tingkat Tinggi memang banyak yang memilih dikelola dan diselenggarakan oleh Negeri (istilahnya) seperti kutipan di bawah ini
Karena tak cukup nilai, maka berdatanganlah
mereka ke rumah-rumah bapak dan ibu guru

Kutipan di atas menunjukkan lalu bagaimana masyarakat dengan ekonomi kurang harus dipinggirkan lagi dengan adanya kebijakan baru ” KURIKULUM BARU”. Belum lagi masalah kualitas pendidik yang merasa kurang diperhatikan dengan adanya kebijakan kurikulum baru itu, karena merasa harus mendapat pelatihan untuk menyesuaikan metoda kurikulum baru, sepertinya banyak celah yang bisa dimanfaatkan oleh banyak pihak dengan adanya kebijakan kurikulum baru ini, lalu yang menjadi korban justru yang seharusnya menjadi subyek dari kebijakan kurikulum baru tersebut sepertinya semakin rumit saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar